Minggu, 08 Januari 2012


kegiatan arsitektur perbankan indonesia (API)



Guna mewujudkan visi API dan sasaran yang ditetapkan, serta mengacu kepada tantangan-tantangan yang dihadapi perbankan, maka ke-enam pilar API sebagaimana diuraikan di depan akan dilaksanakan melalui beberapa program kegiatan sebagai berikut: 

1. Program penguatan struktur perbankan nasional 
Program ini bertujuan untuk memperkuat permodalan bank umum (konvensional dan syariah)dalam rangka meningkatkan kemampuan bank mengelola usaha maupun risiko, mengembangkan teknologi informasi, maupun meningkatkan skala usahanya guna mendukung peningkatan kapasitas pertumbuhan kredit perbankan. Implementasi program penguatan permodalan bank dilaksanakan secara bertahap. Upaya peningkatan modal bankbank tersebut dapat dilakukan dengan membuat business plan yang memuat target waktu, cara dan tahap pencapaian. Adapun cara pencapaiannya dapat dilakukan melalui: 
  • Penambahan modal baru baik dari shareholder lama maupun investor baru;
  • Merger dengan bank (lain untuk mencapai persyaratan modal minimum baru;
  • Penerbitan saham baru atau secondary offering di pasar modal;Penerbitan subordinated loan 
2. Program peningkatan kualitas pengaturan perbankan
Program ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pengaturan serta memenuhi standar pengaturan yang mengacu pada international best practices. Program tersebut dapat dicapai dengan penyempurnaan proses penyusunan kebijakan perbankan serta penerapan 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision secara bertahap dan menyeluruh. Dalam jangka waktu lima tahun ke depan diharapkan Bank Indonesia telah sejajar dengan negaranegara lain dalam penerapan international best practices termasuk 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision. Dari sisi proses penyusunan kebijakan perbankan diharapkan dalam waktu dua tahun ke depan Bank Indonesia telah memiliki sistem penyusunan kebijakan perbankan yang efektif yang telah melibatkan pihakpihak terkait dalam proses penyusunannya.

3. Program peningkatan fungsi pengawasan
Program ini bertujuan untuk meningkatkan independensi dan efektivitas pengawasan perbankan yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Hal ini dicapai dengan peningkatkan kompetensi pemeriksa bank, peningkatan koordinasi antar lembaga pengawas, pengembangan pengawasan berbasis risiko, peningkatkan efektivitas enforcement, dan konsolidasi organisasi sektor perbankan di Bank Indonesia. Dalam jangka waktu dua tahun ke depan diharapkan fungsi pengawasan bank yang dilakukan oleh Bank Indonesia akan lebih efektif dan sejajar dengan pengawasan yang dilakukan otoritas pengawas di negara lain.

4. Program peningkatan kualitas manajemen dan operasional perbankan
Program ini bertujuan untuk meningkatkan good corporate governance (GCG), kualitas manajemen resiko dan kemampuan operasional manajemen. Semakin tingginya standar GCG dengan didukung oleh kemampuan operasional (termasuk manajemen risiko) yang handal diharapkan dapat meningkatkan kinerja operasional perbankan. Dalam waktu dua sampai lima tahun ke depan diharapkan kondisi internal perbankan nasional menjadi semakin kuat.

5. Program pengembangan infrastruktur perbankan
Program ini bertujuan untuk mengembangkan sarana pendukung operasional perbankan yang efektif seperti credit bureau, lembaga pemeringkat kredit domestik, dan pengembangan skim penjaminan kredit. Pengembangan credit bureau akan membantu perbankan dalam meningkatkan kualitas keputusan kreditnya. Penggunaan lembaga pemeringkat kredit dalam publicly-traded debt yang dimiliki bank akan meningkatkan transparansi dan efektivitas manajemen keuangan perbankan. Sedangkan pengembangan skim penjaminan kredit akan meningkatkan akses kredit bagi masyarakat. Dalam waktu tiga tahun ke depan diharapkan telah tersedia infrastruktur pendukung perbankan yang mencukupi.

6. Program peningkatan perlindungan nasabah
Program ini bertujuan untuk memberdayakan nasabah melalui penetapan standar penyusunan mekanisme pengaduan nasabah, pendirian lembaga mediasi ndependen, peningkatan transparansi informasi produk perbankan dan edukasi bagi nasabah. Dalam waktu dua sampai lima tahun ke depan diharapkan program-program tersebut dapat meningkatkan kepercayaan nasabah pada sistem perbankan.

Lingkungan Perbangkan


Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip kehati-hatian.Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpundan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.Berdasarkan Undang-undang, struktur perbankan di Indonesia, terdiri atas bank umum dan BPR. Perbedaan utama bank umum dan BPR adalah dalam hal kegiatan operasionalnya.
http://onlinesoftskills.files.wordpress.com/2011/02/bank_indonesia.jpg
BPR tidak dapat menciptakan uang giral, dan memiliki jangkauan dan kegiatan operasional yang terbatas. Selanjutnya, dalam kegiatan usahanya dianut dual bank system, yaitu bank umum dapat melaksanakan kegiatan usaha bank konvesional atau berdasarkan prinsip syariah. Sementara, prinsip kegiatan BPR dibatasi pada hanya dapat melakukan kegiatan usaha bank konvensional atau berdasarkan prinsip syariah.

Efesiensi Ekonomi
Efisiensi dalam ilmu ekonomi digunakan untuk merujuk pada sejumlah konsep yang terkait. pada kegunaan pemaksimalan serta pemanfaatan seluruh sumber daya dalam proses produksi barang dan jasa.

Sebuah sistem ekonomi dapat disebut efisien bila memenuhi kriteria berikut: 
  • Tidak ada yang bisa dibuat menjadi lebih makmur tanpa adanya pengorbanan.
  • Tidak ada keluaran yang dapat diperoleh tanpa adanya peningkatkan jumlah masukan.
  • Tidak ada produksi bila tanpa adanya biaya yang rendah dalam satuan unit.
Definisi tersebut tidak akan selalu sama akan tetapi pada umumnya akan mencakup semua ide yang hanya dapat dicapai dengan sumber daya yang tersedia. Sebuah sistem ekonomi yang efisien dapat memberi lebih banyak barang dan jasa bagi masyarakat tanpa menggunakan lebih banyak sumber daya. Dalam ekonomi pasar secara umum diyakini akan lebih efisien dibandingkan dengan alternatif lainnya yang pertama mendasar dalil kesejahteraan berdasarkan penyediaan kepercayaan oleh karena itu bagi yang menyatakan bahwa setiap pasar berkeseimbangan sempurna berdasarkan kompetitif adalah efisien (tetapi hanya ada bila tidak teradi ketidaksempurnaan pasar). Kebijakan reformasi dalam ekonomi mikro adalah bertujuan membuat kebijakan yang mengurangi distorsi ekonomi dan peningkatan efisiensi ekonomi. Namun, tidak ada teori dasar yang jelas bahwa dengan menghapus distorsi pasar maka akan selalu dapat meningkatkan efisiensi ekonomi. Selanjutnya yang kedua berdasarkan dalil yang menyatakan bahwa jika ada beberapa distorsi pasar maka tidak dapat dihindari hanya dalam satu sektor saja yang akan bergerak ke arah yang lebih besar dalam kesempurnaan pasar terdapat sektor lain yang bisa menurunkan efisiensi.


sumber. 
http://www.bi.go.id/web/id/Perbankan/Arsitektur+Perbankan+Indonesia/arisbudi.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/7853/API.pdf

Arsitektur Perbankan Indonesia

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjDUKvWAbh_gx6bekYrsltukQB86lV8FDdZ_QIro75TpMXtWix10trYRGuOFldev2Tq4Vd-9aTpaBfjtCC02k3alPAVpLqvweOkKcKanfV3_xBUy15uLa9_7SdfC_6xdCKTPB9HASGNOaY/s1600/bank_img.jpg


Arsitektur Perbankan Indonesia (API) merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan. Arah kebijakan pengembangan industri perbankan di masa datang yang dirumuskan dalam API dilandasi oleh visi mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. 

Berpijak dari adanya kebutuhan blue print perbankan nasional dan sebagai kelanjutan dari program restrukturisasi perbankan yang sudah berjalan sejak tahun 1998, maka Bank Indonesia pada tanggal 9 Januari 2004 telah meluncurkan API sebagai suatu kerangka menyeluruh arah kebijakan pengembangan industri perbankan Indonesia ke depan. Peluncuran API tersebut tidak terlepas pula dari upaya Pemerintah dan Bank Indonesia untuk membangun kembali perekonomian Indonesia melalui penerbitan buku putih Pemerintah sesuai dengan Inpres No. 5 Tahun 2003, dimana API menjadi salah satu program utama dalam buku putih tersebut.

Bertitik tolak dari keinginan untuk memiliki fundamental perbankan yang lebih kuat dan dengan memperhatikan masukan-masukan yang diperoleh dalam mengimplementasikan API selama dua tahun terakhir, maka Bank Indonesia merasa perlu untuk menyempurnakan program-program kegiatan yang tercantum dalam API. Penyempurnaan program-program kegiatan API tersebut tidak terlepas pula dari perkembangan-perkembangan yang terjadi pada perekonomian nasional maupun internasional. 
Penyempurnaan terhadap program-program API tersebut antara lain mencakup strategi-strategi yang lebih spesifik mengenai pengembangan perbankan syariah, BPR, dan UMKM ke depan sehingga API diharapkan memiliki program kegiatan yang lebih lengkap dan komprehensif yang mencakup sistem perbankan secara menyeluruh terkait Bank umum dan BPR, baik konvensional maupun syariah, serta pengembangan UMKM.

Sumber:  

Semua Ada Masanya

Kehidupan adalah sebuah anugerah besar yang diberikan Allah SWT kepada kita , yang hanya datang satu kali sepanjang masa . Maksudnya kita hanya dapat merasakan kehidupan di dunia ini hanya satu kali . Oleh karena itu , walaupun saat ini anda sedang merasa sedih atau senang , sehat atau sakit , kaya atau pun miskin , itu semua hanya sementara . Karena , kita semua akan kembali kepada-Nya . Dan kehidupan sebenarnya baru akan di mulai .
Dalam tulisan saya ini , saya ingin bercerita sesuatu .

Ketika suatu pagi saat saya sedang dalam perjalanan menuju tempat kerja saya . Saya melihat sesuatu yang menarik pandangan saya , yaitu Pohon belimbing yang memiliki batang yang besar dan menancap kokoh ke dalam tanah serta memiliki buah yang banyak . Saat itu juga , terlintas dalam pikiran saya , bahwa kehidupan itu tak jauh berbeda dengan pertumbuhan pohon belimbing .
Mengapa demikian ?? Sebuah pertanyaan dari anda kepada saya .
Saya mengibaratkan buah pohon belimbing itu adalah kita . Saya akan memberikan satu pilihan kepada anda . Anda lebih senang melihat buah yang kecil berwarna hijau ( belum matang ) atau buah yang besar dan berwarna kuning ( matang ) ? Saya yakin , kita akan menjatuhkan pilihan yang kedua , yaitu buah yang besar dan berwarna kuning . Karena buah tersebut akan sangat nikmat bila dimakan , buah tersebut akan terasa manis dan segar karena memiliki kandungan air yang banyak . Apalagi dimakan pada saat siang hari yang terik . hhhhmmmm ,, pasti anda sudah membayangkan rasanya . :D

Semua orang yang menyukai buah belimbing pasti akan berkorban untuk memanjati pohon tersebut untuk mendapatkan buah yang besar dan berwarna kuning itu . karena mereka ingin merasakan nikmatnya buah belimbing itu . Padahal mereka sebenarnya dapat mengambil buah yang kecil dan berwarna hijau tanpa harus repot” memanjat namun mereka tak mengambilnya.Tetapi Buah yang besar dan berwarna kuning itu sangat tinggi sekali , sehingga mereka memutuskan untuk membatalkan niatnya mengambil buah tersebut . Hari berganti minggu , minggu berganti bulan , lama kelamaan buah yang nikmat itu akhirnya membusuk dan terjatuh dari pohonnya . Bentuknya sangat tidak menarik , membayangkannya saja sudah menjijikan , apalagi harus memakannya ? Buah yang nikmat kini tidak ada hargannya lagi , orang yang lalu lalang melewati pohon belimbing itu tidak satu pun menghiraukannya , adapula yang menginjak – injak buah tersebut.

Begitulah kehidupan , saat kita muda , memiliki wajah yang tampan dan cantik , memiliki uang yang banyak , dan memiliki banyak teman yang menyukai kita . Seolah – olah semua itu akan kekal dimiliki , padahal semua itu butuh waktu yang tak lama untuk mengubah segala yang kita miliki menjadi sebaliknya . Masa muda kita akan berganti dengan Tua , wajah rupawan kita akan berganti dengan garis – garis kerutan , uang yang banyak tak dapat lagi dinikmati , dan teman – teman pun sudah tak memperdulikan kita lagi . Oleh karena itu , seharusnya bukan kesombongan yang terus menghiasi kehidupan kita sehari – hari , mengapa ? Karena semua itu ada masanya .

Kesombongan adalah penyakit hati yang seharusnya kita jauhi . Mengapa ? Karena Allah SWT yang menciptakan kita pun membenci itu . Allah SWT lah yang pantas sombong , karena Allah SWT yang memiliki segalanya . Semua yang kita miliki saat ini hanyalah titipan-Nya . Kita tak akan membawa harta kita saat kita mati . Melainkan amal baik dan buruk yang kita lakukan di dunia ini . Jadi untuk apa anda merasa sombong ? Ingatlah semua itu ada masanya ?

Sumber :
http://www.resensi.net/semua-itu-ada-masanya/2011/03/

regulasi perbankan


 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiaZB9Ln8_20o_YZle2vpMMSpe_c-GT6KX8o-1p1yQvKqUp3LblGv8EnZ2rCl6-PFEfLaIRjcJkRBXcpZXd9Ebtpcuz-M1GjHt13n1vyJ4idabT7pw3w6VXTIF43_SgUJluCfB9_J_j2Qs/s1600/bank-income2.gif

PENTINGNYA REGULASI PERBANKAN

Hubungan Bank dan Risiko

v   Bank adalah sebuah institusi yang memiliki surat izin bank, menerima tabungan    
 dan deposito, memberikan pinjaman, dan menerima serta menerbitkan check.
v  Risiko didefinisikan sebagai peluang terjadi bad outcome (hasil yang buruk), dan
           besarnya peluang dapat diestimasikan.
v  Risk event (kejadian risiko) adalah terjadinya suatu peristiwa yang menciptakan
           potensi terjadinya kerugian (hasil buruk).
v  Risk loss (risiko kerugian) adalah kerugian yang terjadi sebagai dampak langsung atau tidak langsung dari kejadian risiko. Kerugian tersebut dapat bersifat finansial atau non-finansial.

Bank Bersifat Khusus

Bank disebut bersifat “khusus” karena permasalahan di perbankan bisa mengakibatkan dampak yang serius bagi perekonomian. Bank sebagai perantara (intermediary), artinya, bank adalah sebuah lembaga untuk menyalurkan dana deposito dari nasabah kepada perusahaan-perusahaan (yang berupa suatu pinjaman). Apabila pinjaman yang diberikan bank ternyata tidak dapat dikembalikan oleh perusahaan, hal in akan menimbulkan insolvabilitas (insolvency) yang akan merusak modal pemegang saham (shareholder equity) dan dana dari nasabah. Hal itu disebabkan karena bank memiliki rasio utang terhadap modal (gearing) yang tinggi (highly geared / highly leveraged).
Tidak seperti perusahaan keuangan, maupun industri lain, regulasi bagi industri perbankan tidak hanya mencakup produk dan jasa yang ditawarkan, tetapi juga mencakup lembaga bank itu sendiri. Hal ini karena kegagalan bank akan memberikan dampak jangka panjang yang mendalam terhadap perekonomian.
Berkaitan dengan hal tersebut, otoritas pengawas perbankan (supervisor) menetapkan:
a. Struktur Modal
    Struktur modal adalah cara bank untuk mendanai bisnisnya, biasanya melalui   
             kombinasi pemberian saham, obligasi, dan penerimaan pinjaman.
b. Persyaratan Modal Minimum
    Sebuah bank dikatakan memiliki modal yang cukup jika bank tersebut memiliki
             sumber daya finansial yang memadai untuk mengantisipasi potensi kerugianna.
c. Tingkat Likuiditas Minimum
    Bank dikatakan memiliki likuiditas yang cukup jika bank tersebut memiliki   
             sumber daya finansial yang memadai untuk mendanai aktivanya (asetnya) dan   
             memenuhi kewajibannya saat jatuh tempo.
d. Jenis dan Struktur Pemberian Kredit

Bank, Risiko Sistematik, dan Perekonomian
Risiko sistemik adalah risiko di mana kegagalan sebuah bank tidak hanya berdampak langsung terhadap karyawan, nasabah, dan pemegang saham, tetapi bahkan dapat menghancurkan perekonomian. Hal ini lebih dikenal dengan sebutan “run on a bank” atau “bank rush”, yaitu penarikan dana besar-besaran dari bank.
“Run on a bank” terjadi ketika bank tidak mampu memenuhi kewajibannya, atau dengan kata lain bank tidak memiliki dana kas yang cukup untuk membayar kembali nasabah yang ingin menarik dananya (ada masalah solvabilitas). Solvabilitas dari suatu bank tidak hanya menjadi perhatian pemegang saham, nasabah, maupun karyawan, tetapi juga pihak-pihak yang bertanggung jawab mengatur ekonomi.
Sebelum tahun 1930-an, “run on banks” dan masalah solvabilitas relatif sering terjadi. Kondisi ini mendorong pemerintah untuk mengendalikan bank melalui regulasi, dengan memastikan bahwa bank memiliki modal dan memiliki likuiditas yang mencukupi.
Bank sentral sebagai supervisor harus memastikan bahwa bank dapat:
· memenuhi sejumlah permintaan dari deposan yang ingin dananya dikembalikan,    
           tanpa perlu mencairkan pinjamannya (menjual asetnya), dan
· mempertahankan tingkat kerugian yang masuk akal sebagai akibat dari  
           lemahnya sistem pemberian pinjaman atas siklus ekonomi yang turun. Misalnya,  
           dapat bertahan saat resesi.

Sebelumnya tingkat kecukupan modal dan likuiditas tidak diterapkan secara tegas, hanya dihubungkan dengan persentase dari kredit (pinjaman). Namun, ada ‘missing link’(suatu keterkaitan yang hilang dalam menghitung tingkat modal yang cukup bagi bank, yaitu besarnya risiko yang diambil bank. Semakin tinggi risiko yang diambil semakin besar potensi kerugian yang dihadapi. Dengan demikian, semakin besar modal yang harus disediakan. Bank mengambil risiko yang lebih besar, karena mengharapkan keuntungan (margin) yang lebih besar (high risk high return / reward).
Ketidakmampuan bank memenuhi kewajiban dan membayar kembali nasabah yang ingin menarik dananya dapat terjadi karena:
· Risiko kredit yang buruk
· Persepsi dari sebagian nasabahnya (bersifat tidak nyata)
· Gejolak ekonomi (economic shock), sehingga debitur macet akan meningkat secara signifikan
Bank masih akan terkena risiko perekonomian negara, walaupun sudah melakukan diversifikasi portofolio kreditnya.

Pada dasarnya, perekonomian suatu negara dipengaruhi oleh:
· External shock (guncangan eksternal), misalnya bencana alam atau peristiwa  
           karena perbuatan manusia; dan
· Economic mismanagement (pengelolaan ekonomi yang buruk).
Memburuknya perekoniman suatu negara berdampak pada meningkatnya jumlah kredit
macet. Hal ini disebabkan oleh kenaikan suku bunga, penurunan kinerja perusahaan,
dan kenaikan tingkat pengangguran. Beberapa hal yang dapat dilakukan bank untuk
mengurangi dampak tersebut adalah:
· Mematuhi peraturan (termasuk Basel II);
· Membuat skenario atas economic shocks;
· Memiliki tingkat modal yang cukup untuk menjaga dari dampak economic
           shocks;
· Memperkirakan tingkat kredit macet dan memastikan bahwa tersedia modal yang
           mencukupi.

Modal
Modal adalah investasi dari pemegang saham bank, dan dapat diukur dari nilai yang tercatat di neraca. Modal yang mencukupi merupakan sumber daya yang penting bagi bank untuk memastikan solvency. Modal bank adalah satu-satunya sumber daya yang dapat menyerap kerugian karena tidak harus dibayar kembali.
Bank diharuskan memiliki modal yang mencukupi untuk menghadapi tingkat risiko yang diambil. Semakin tinggi risiko, semakin tinggi pula modal yang dipersyaratkan. Tingkat kecukupan modal berdasarkan tingkat risiko disebut risk-based capital. Perkembangan perbankan internaisonal pada tahun 1970-an dan 1980-an yang pesat membuat persaingan dan risiko menjadi semakin meningkat, berarti;
· Risk based capital menjadi semakin berarti
· Supervisor lebih yakin bahwa bank internasional harus memiliki cukup modal untuk menghadapi risiko (capital adequancy).

Gearing
Gearing adalah rasio dari jumlah utang (company debt) dibandingkan dengan modal (capital) yang dipunyai. Bank yang memiliki utang yang jauh lebih besar daripada modalnya, disebut “highly geared” (‘highly leveraged’).

Insolvency (Insolvabilitas)
Insolvabilitas didefinisikan sebagai ketidakmampuan perusahaan membayar klaim (apa pun jenisnya) yang telah jatuh tempo. Dampak krisis solvabilitas sebuah bank pada ekonomi biasanya kecil. Akan tetapi, jika krisis solvabilitas terjadi pada seluruh sektor perbankan maka seluruh perekonomian akan terkena dampaknya.

Lender of Last Resort
Bank sentral sebagai “Lender of last Resort” harus siap memberikan bantuan dana kepada bank umum untuk menjaga stabilitas sistem finansial dan untuk mencegah terjadinya krisis ekonomi yang diakibatkan oleh krisis solvabilitas maupun krisis likuiditas.

Pengaruh Liberalisasi Keuangan
Liberalisasi yang terjadi pada tahun 1970-an dan 1980-an, merupakan alasan utama kenapa kebijakan moneter yang sukses tidak menghasilkan stabilitas keuangan.
Turunnya peran pemerintah dalam mempengaruhi perekonomian disebabkan oleh:
· dihilangkannya penghalang kompetisi antar lembaga keuangan (terjadinya persaingan bebas), termasuk liberalisasi izin pendirian bank yang menjadi bagian utama regulasi sampai tahun 1970-an;
· dihilangkannya pembatasan penetapan harga atas transaksi keuangan, seperti misalnya suku bunga maksimum atas pinjaman dan deposito;
· dihilangkannya pembatasan pergerakan modal internasional, yang mengiringi pengenalan atas pertukaran mata uang.
Liberalisasi di pasar keuangan meningkatkan situasi persaingan di perbankan, yaitu dengan cara:
· Menurunkan kemampuan bank untuk memiliki margin keuntungan yang tinggi (produk-produk harus memiliki harga yang kompetitif).
· Meningkatkan masuknya pemain baru sehingga meningkatkan kompetisi.
Kesulitan memperoleh keuntungan dalam kondisi seperti tersebut, memaksa bank untuk mengambil risiko yang leibh tinggi untuk menjaga tingkat pendapatannya.

Inovasi Produk Finansial
Liberalisasi sektor finansial melahirkan suatu periode di mana inovasi tercipta dengan cepat, terutama pertumbuhan produk keuangan seperti futures, swaps, dan options (produk derivatif) dan sekuritisasi aset. Melalui produk-produk tersebut, bank dapat melakukan transfer risiko antarsesama bank kepada investor dari pasar yang lain.

Perkembangan Internasional
Kontrol atas persiangan antarnegara juga mengalami liberalisasi sebagai akibat dari perkembangan perdagangan bebas. Namun mungkin yang lebih signifikan, itu semua sebagai akibat dari meningkatnya kekuatan perekonomian dari politik dari Uni Eropa (European Union). Liberalisasi tersebut memperkuat keterkaitan finansial antarinstitusi, antarpasar, dan antar negara.

Stabilitas Keuangan
Stabilitas keuangan adalah suatu situasi di mana kemampuan untuk memobilisasi simpanan (saving) secara efisien, menyediakan likuiditas, dan mengalokasikan investasi dari institusi keuangan dan pelaku pasar yang lain terpelihara dengan baik. Stabilitas keuangan konsisten dengan kegagalan sebuah atau beberapa institusi keuangan yang terjadi secara periodik (artinya, adanya kegagalan adalah suatu hal yang biasa terjadi, dan stabilitas keuangan tetap terjaga). Kegagalan lembaga keuangan menjadi masalah besar, jika bisa menggoncangkan dan berpotensi menghancurkan stabilitas keuangan.

Stabilitas Moneter
Stabilitas moneter adalah stabilitas atas nilai uang (yaitu, terjadinya inflasi yang rendah dan stabil). Stabilitas keuangan tidak sama dengan stabilitas moneter. Walaupun dapat terjadi bersamaan, tetapi kedua stabilitas ini tidak selalu terjadi bersamaan, misalnya:
· Pada akhir abad ke-18 sampai awal abad ke-20, inflasi rendah (stabilitas moneter), tetapi tak terjadi stabilitas keuangan.
· Pada akhir Perang Dunia I sapai 1980-an, inflasi tinggi dan tak stabil, tetapi stabilitas keuangan tetap terjaga.
· Pada tahun 1980-an sampai saat ini. Inflasi terkontrol (terjadi stabilitas moneter), tetapi tidak meningkatkan stabilitas keuangan.

PENDEKATAN BARU DALAM PEMBUATAN REGULASI

Perkembangan pasar keuangan dan liberalisasi kontrol antarnegara memaksa supervisor, terutama bank sentral, untuk memikirkan kembali bahwa meskipun nilai safety net yang disediakan oleh bank sentral memalui fungsinya sebagai “lender of last resort” tumbuh semakin besar, namun fungsinya sebagai regulator keuangan mulai melemah. Sebelum periode liberalisasi keuangan pada tahun 1970-an dan 1980-an, regulasi keuangan fokus pada:
· Pemberian wewenang, hak, dan kewajiban kepada institusi keuangan (otorisasi institusi keuangan);
· Pendefinisian secara ketat bidang usaha yang diizinkan untuk setiap jenis institusi keuangan; dan
· Definisi dari rasio finansial dan persyaratan untuk menyimpan kas dalam jumlah tertentu di bank sentral, atau memiliki aset (surat berharga) sejumlah tertentu yang diterbitkan pemerintah (surat utang negara).
Supervisor yang prudent mulai melihat pendekatan baru untuk regulasi, sebagai berikut:
1. Menjadikan risk-return menjadi ukuran dari kinerja. Jika supervisor mampu membuat peraturan yang sejalan dengan pasar maka peraturan tersebut akan lebih efektif dan lebih relevan terhadap institusi yang diatur.
2. Meningkatnya globalisasi pada pasar modal mendorong kebutuhan norma kehati-hatian yang dapat diterima secara internasional dan dapat diimplementasikan secara konsisten.
3. Regulasi hanya sebagian dari solusi. Risiko dari internasional finansial, secara internasional, sangat bergantung pada isu tentang adanya:
Standar minimum hukum atas kontrak dan kepailitan,
Standar audit dan akuntansi,
Persyaratan disclosure.

DAMPAK POTENSIAL DARI KEGAGALAN PENGELOLAAN RISIKO
Risk event akan berdampak pada bank (berupa kerugian finansial), stakholder bank tersebut (pemegang sham, karyawan, nasabah) dan perekonomian.

Dampak pada Pemegang Saham
Kegagalan dalam mengelolaa risiko selain merugikan bank juga berdampak langsung pada para pemegang saham, dalam bentuk antara antara lain:
· hilangnya seluruh investasi mereka – bangkrutnya perusahaan;
· penurunan nilai investasi – harga saham yang turun karena reputasi yang buruk atau penurunan laba,
· hilangnya dividen sebagai akibat dari penurunan laba perusahaan,
· pemegang saham bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi pada perusahaan.

Dampak pada Pegawai
Baik pegawai yang terlibat maupun yang tidak terlibat risk event tetap akan terkena dampaknya, seperti:
· Tindakan indisipliner karena kesengajaan atau kealpaan.
· Kehilangan pendapatan, misalnya penurunan bonus ata penundaan peningkatan upah, karena dampak pada pendapatan perusahaan.
· Kehilangan pekerjaan.

Dampak pada Nasabah
Dampak terhadap nasabah memang tidak langsung dan tidak terlihat jelas namun tetap dirasakan, seperti:
· Penuruan kualitas layanan konsumen,
· Penurunan ketersediaan produk,
· Krisis likuiditas
· Perubahan peraturan.

Risiko Operasional dan Pelayanan Nasabah
Jenis risiko yang berdampak pada nasabah sehari-hari adalah risiko operasional. Suatu operasional event akan mempengaruhi secara langsung nasabah melalui kesalahan atau kelemahan kualitas pelayanan, gangguan pelayanan, ketidakamanan yang bersifat persepsi maupun kenyataan, dan tidak adanya pelayanan yang memadai.
Gangguan layanan kepada nasabah berdampak pada reputasi bank, yang akhirnya berdampak pada profitabilitas bank tersebut, karena nasabah pindah ke bank lain. Dampak pada nasabah dapat berakibat terjadinya kerugian finansial lainnya terhadap bank, yaitu ganti rugi pembayaran kepada nasabah sebagai kompensasi, ongkos litigasi, dan denda.

Dampak Ekonomi dari Suatu Kejadian Risiko

Procyclicality
Bank yang “over lent” (terlalu banyak menyalurkan kredit) pada saat boom (ekonomi tumbuh pesat), akan “under lent” (kurang mampu menyalurkan kredit) pada saat resesi. Dampak dari resesi akan mengurangi permodalan, karena bank terpaska melakukan kredit macet. Modal yang rendah mengurangi kemampuan bank untuk memberikan pinjaman. Hal ini dapat jelas terlihat pada fenomena “asset bubles” (misalnya properti dan pasar saham di seluruh dunia). Basel II telah dikritik atas meningkatnya “procyclicality” pada penyaluran kredit bank. Basel mengaitkan credit grading models (peringkat) dengan persyaratan permodalan bank, sehingga memburuknya peringkat pada kredit akan berdampak pada peningkatan modal (regulatory capital).

Likuiditas dan Risiko Pasar
Perdagangan aset di pasar meningkat dan market risk event terus membesar, sehingga timbul masalah baru. Model matematis untuk mengidentifikasi dan memahami risiko serta pricing belumlah sempurna, belum menjadi indikator utama, dan belum dapat diandalkan untk memonitor dan mengukur risiko pasar.
Krisis likuiditas jarang terjadi pada retail banking, tetapi sering terjadi pada wholesale banks. Wholesale banks tidak menarikdana masyarakat (nasabah perseorangan) melalui tabungan dan deposito, tetapi menggantungkan pendanaannya dengan menjaminkan aset (misalnya obligasi pemerintah dan obligasi korporasi). Aset tersebut dapat menjadi tidak likuid, karena investor tidak mau membeli aset tersebut, sehingga nilai aset tersebut turun secara drastis.
Tidak likudnya aset dapat mengakibatkan krisis likuiditas (liquidity crisis) tak terhindarkan. Krisis likuditas yang terjadi pada wholesale markets dapat ditekan dampaknya dengan beberapa cara, antara lain dengan meningkatkan kewaspadaan, reaksi yang cepat dari bank sentral, dan pengawasan oleh manajemen bank.

Sarbanes-Oxley Act of 2002 (SOX)
Regulasi ini merupakan akibat atas terjadinya skandal akuntansi seperti yang terjadi pada Enron dan WorldCom. SOX menetapkan persyaratan tentang akuntabilitas korporasi. Penerbitan regulasi baru tersebut secara tidak langsung memberikan dampak kepada nasabah bank, baik melalui biaya implementasi maupun perubahan persepsi mengenai nilai-nilai yang ada.

International Accounting Standards (IAS)
Pengenalan ketentuan baru dalam bidang akuntansi biasanya tidak dianggap[ seperti sebuah kejadian risiko. Pengenalan IAS dianggap sebagai kejadian risiko, karena akan memberikan persepsi baru terhadap tingkat profitabilitas bank pada masa mendatang. Peraturan baru tersebut dapat berdampak negatif terhadap perusahaan maka perlu dikelola secara cermat dan perlu diterangkan kepada stakeholders.
IAS yang diperkenalkan secara luas pada tahun 2005-2006 akan mempengaruhi cara bank dalam mencatat hedging atas risiko suku bunga dalam banking book (cara mencatat berdasarkan IAS berbeda dengan Basel II), dan pengungkapan (disclosure) laporan keuangan.